Jalur pejalan kaki yang multifungsi

Leave a Comment
   Jakarta sebagai kota megapolitan sangat disayangkan pemerintahnya tidak terlalu memperhatikan kondisi jalur pejalan kaki atau trotoar. Menurut Alfred Sitorus, ketua koalisi pejalan kaki tercatat 80% trotoar tidak layak diakses pejalan kaki dan 99% tidak layak diakses penyandang disabilitas. Memang ada beberapa  yang telah dirapikan oleh pemerintah, tapi itupun daerah yang dianggap mempunyai nilai ekonomi dan politik  lebih seperti daerah turis ataupun pusat pemerintahan.

   Kebanyakan kondisi trotoar yang bagus hanya berada pada sentral bisnis seperti kuningan, sudirman, thamrin, dll ataupun daerah cluster komersial dan perumahan yang dikelola oleh pengembang. Trotoar di daerah pengembang memang menjadi rapi dan terawat, meskipun bertujuan memberikan nilai harga tanah dan bangunan yang tinggi.

  Bila dibandingkan dengan di daerah di luar itu, kondisi trotoar di ibukota sangatlah berantakan. banyak trotoar yang hancur, terputus dan tidak layak dipakai untuk pejalan kaki. Diperparah dengan kaki lima, pengendara motor, tukang ojek dan sektor informal lainnya yang menempati hampir seluruh trotoar.

   Dikarenakan hali ini, sering kali  aktivitas yang lainnya seperti kegiatan informal di trotoar ini banyak dilarang dan diusir dikarenakan akan terlihat kumuh dan mengganggu, bahkan dalam perencanaan kota sektor ini sering diabaikan. Padahal sektor informal dari kaki lima  yang sering kali menempati trotoar di daerah sentra bisnis ini sangat membantu para pegawai kelas bawah seperti officeboy, satpam untuk mendapatkan makan siang yang terjangkau.

   Jakarta itu memang kurang ruang publik ataupun ruang hijau yang memadai. Seharusnya trotoar ini bisa menjadi pengganti ruang publik dan hijaunya. Sudah banyak dari warga Jakarta memakai trotoar sebagai pengganti ruang bersama. Janganlah disalahkan bila kaki lima, pengamen jalanan, tukang ojek, anak-anak jalanan bermain, seniman, pasar  ataupun sektor informal lainnya menempati trotoar ini. Justru merekalah yang menghidupkan ruang publik kota.

foto oleh highnews1.wordpress - PKL dikawasan jakarta pusat menjelang ramadhan

   Ingatlah kota kita bukanlah kota barat dimana trotoar memang benar-benar difungsikan satu kegiatan saja sebagai tempat pejalan kaki dan tidak melihat banyak dari kalangan bawah berjuang untuk hidup di Jakarta di trotoar ini. Mungkin anda pernah mendengar banyak kisah cerita sukses dari orang-orang yang mula-mula hanya berjualan di kaki lima pinggir jalan di ibukota secara ilegal lalu mendadak mereka bisa menaikkan taraf hidupnya dan mempunyai cabang-cabang di seluruh kota Jakarta. Justru sektor informal inilah juga yang membantu perekonomian negara dan mengatasi jumlah pengangguran.

Sejak dahulu kota Asia sebenarnya tidak memberikan batasan fungsi pada jalur infrastrukturnya baik trotoar, ruang hijau, ataupun jalanannya. Lihat saja di kampung kota, dikarenakan keabsenan perencanaan kota yang baik  malah menjadikan jalan tanpa trotoar ini sebagai tempat aktivitas bersama dan ruang yang saling berbagi sekaligus jalur kendaraan dan pejalan kaki. Infrastruktur di kampung kota ini lebih flexible menerima berbagai macam kegiatan dari kegiatan pernikahan, upacara kematian, prosesi sunatan dengan menutup jalanannya, anak-anak bermain di jalanan, kaki lima, tukang sayur mendorong dagangannya di jalan, dll. Bukankah ini yang seharusnya menjadi suatu representasi akan identitas kota kita yang berbeda dari kota besar di dunia lainnya.

   Dalam satu sisi memang ada bahaya akan keselamatan pejalan kaki itu sendiri sewaktu ruang trotoar yang terbatas ini ditempati oleh berbagai macam kegiatan pada daerah yang jalanannya padat di lalui kendaraan bermotor yang melaju dengan kecepatan tinggi. Memang kasus kampung kota berbeda dengan di jalur jalan yang lebar dan padat kendaraan bermotornya, dimana kondisi ini harus tetap memperlihatkan batasan yang jelas antara pejalan kaki dan pengendara kendaraan bermotor untuk menjaga keselamatan penggunanya. Sering kali terlihat kakilima atau tukang ojek yang mengambil seluruh trotoar untuk berjualan sehingga memaksa pejalan kaki berjalan di jalanan yang padat ini. Yang diperparah lagi bila motor-motor dengan seenaknya berjalan di atas trotoar dan mengusir para pejalan kaki yang ada didepannya

foto oleh jakartapedestrian.wordpress.com mempelihatkan persaingan pejalan kaki memperebutkan ruangnya dengan pengendara motor yang parkir dan berjalan di trotoar


  Masalahnya sebenarnya bukan salah bila trotoar kita difungsikan menjadi banyak kegiatan atau multifungsi, tetapi tetap harus ada aturan main yang jelas. Harus ada aturan dan perencanaan yang jelas  tentang daerah mana trotoar boleh ditempati kegiatan informal, berapa minimum lebar trotoar ini yang diperbolehkan untuk kegiatan lainnya dari kaki lima, parkir motor, dll, berapa kapasitas yang optimal yang bisa ditampung jalan tersebut untuk keperluaan kegiatan tersebut dan bila diperbolehkan tentu saja harus ada batas-batas yang jelas antara ruang untuk kegiatan informal dan pejalan kaki. Tapi tentunya untuk motor yang memasuki trotoar itu seharusnya tidak boleh dibiarkan karena akan membahayakan keselamatan pejalan kaki.



Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment