Melihat masa depan pusat perbelajaan atau shopping mall

Leave a Comment
Belanja memang sudah menjadi bagian dari kehidupan keseharian kita. Bahkan dalam era yang serba internet ini, kita tidak perlu bermacet-macet ke luar rumah dan bisa dengan mudahnya berbelanja secara online. Banyak perdebatan muncul dikarenakan fenomena ini. Pertanyaan yang sering timbul apakah di masa depan, sudah tidak perlu lagi pusat pembelanjaan dan semua tergantikan oleh teknologi belanja online.

Setelah lebih dari satu dekade, belanja online ini menjadi populer, pusat pembelanjaan telah bereksperimen, berubah dan menyesuaikan dirinya mengikuti tren yang berlaku. Dari yang sebelumnya hanya sekumpulan pertokoan yang ditujukan untuk berbelanja, setelah melalui krisis ekonomi, mall mencari cara mendapatkan keuntungan dengan berubah menggabungkan dirinya dengan fasilitas lainnya seperti cinema, teater, gallery, foodcourt, dll menjadi suatu pusat entertainment. Bahkan di kota-kota besar yang sangat padat penduduknya, pusat pembelajaan ini menjadi pengganti town centre atau ruang publik yang semakin sedikit.

Kekuatiran yang terjadi akan fenomena belanja online ini adalah kemungkinan berkurangnya permintaan area akan retail yang mengakibatkan penurunan keuntungan investor. Kenyataannya sekarang toko-toko khususnya yang mempunyai brand telah menjalin hubungan kerjasama secara marketing dalam memasarkan produknya, promosi maupun event melalui akun di media sosial dari instagram, facebook, tweeter dll.
Toko-toko tersebut menjual barangnya baik secara online ataupun langsung di tokonya. Kebanyakan pembeli mencari tahu lebih jauh informasi tentang produknya dari internet sebelum membeli barangnya. Bahkan pembeli rela datang ke pusat pembelanjaan khusus untuk mencoba produk yang telah di iklankan tersebut. Sistim pembayaran pun sudah mengikuti sistem online dimana kita bisa membayar tanpa kartu dengan menggunakan teknologi smartphone.

Memang banyak yang berpikir bahwa di masa depan permintaan akan toko yang besar akan berkurang karena setiap toko tidak perlu menampilkan produknya semua khususnya barang yang sama tapi ukurannya berbeda seperti tas, sepatu, baju. Pengurangan juga akan terjadi pada kebutuhan akan gudangnya dikarenakan pembeli bisa membeli di tempat dan barangnya di kirim langsung ke rumah atau mungkin pembeli hanya datang ke tokonya untuk mencoba barang tersebut, lalu dia beli online. Gudang-gudang barang ini akan diletakkan di luar pusat pembelajaan yang harga sewanya lebih rendah.

konsep ruang ganti menggunakan teknologi augmented reality dimana customer hanya berdiri di depan cermin dan cermin akan menampilkan image baju yang anda pilih dengan menyesuaikan dengan bentuk badan. Customer pun bisa merubah warna dan ukuran sesuai dengan yang dimau - sumber: George Kavallines untuk CNBC



Bahkan yang lebih extrim, toko-toko ini hanya muncul dalam waktu tertentu dan di tempat tertentu saja seperti pop-up store yang pembeli telah mendapatkan informasi dari internet. Di Jepang bahkan sudah dibuat dinding shopfront yang berisi iklan dan vending mesin barang-barang dari sepatu, baju, asesoris dll dari merk terkenal seperti Muji, Uniqlo di berbagai fasilitas transportasi umum atau di jalan tanpa perlu masuk pusat pembelanjaan.


Customer hanya perlu menggunakan smartphone untuk membeli produk yang diinginkan di vending mesin. Informasi akan produknya sudah tersedia semua di internet. Sumber:  Tesco's virtual grocery store in the Gatwick Airport 

Menariknya investor terkenal seperti Westfield telah berexperimen tentang interaksi antara online retail dalam pusat pembelanjaannya di Westfield San Fransisco. Mereka membuat level 4 pusat pembelanjaan sebesar 40,000 square feet dengan diberi nama Bespoke. Tujuan dari Bespoke ini sebagai komunitas retail start up yang ingin mendemokan, menjual produknya ke customer dengan gayanya retail yang lebih mirip exhibition, teater, office, market yang keluar dari gaya retail lama yang didominasi toko-toko yang disekat. Dengan banyak led screen, wifi, Bespoke ini bisa flexible dipakai untuk coworking, converence room, fashion show, exhibition, pop up store, demo produk, bar dan cafe, talkshow. Yang hebatnya event atau acara yang terjadi di retail baru ini selalu berbeda-beda tiap kurun waktu tertentu dan customer bisa mengikutinya lewat internet.

Bespoke co-working (sumber:blog.thestorefront.com)

Bespoke demo(sumber:blog.thestorefront.com)

Bespoke pop up store(sumber:blog.thestorefront.com)

Bespoke conference & fashion show(sumber:blog.thestorefront.com)


Sepertinya kedepannya pusat pembelanjaan ini lebih memfokuskan diri ke arah pengalaman pembelinya dan customer service. Pusat pembelanjaan akan berbenah diri menggantikan ruang publik yang hilang di kota sebagai wadah budaya, rekreasi dan entertainment dengan banyak menghadirkan performance budaya maupun komersial, acara-acara yang menarik, exhibition, bazaar, galeria, tempat bermain keluarga dll. Mungkin presentasi antara retail dan ruang publik yang dulunya 70:30 akan berubah menjadi 50:50, sehingga investor akan membalikkan keuntungan yang hilang karena berkurangnya kebutuhan retail dengan penyediaan kegiatan baik itu komersial maupun sosial budaya dalam ruang publiknya.
Selama pusat pembelanjaan masih mengutamakan masalah keamanan, kenyamanan dari sistem penghawaan buatan yang terbebas polusi dan tempat berekresi, bersosialisasi yang tidak bisa di berikan di ruang perkotaan, permintaan akan pusat pembelanjaan akan tetap tinggi ke depannya.

Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment