Mimpi rumah seorang pegawai

Leave a Comment
Siapa yang tidak ingin mempunyai rumah sendiri sebagai tempat untuk berkeluarga dan istirahat setelah seharian bekerja. Tapi kenyataan berbicara lain untuk kalangan pekerja di Jakarta.
Jakarta termasuk kota yang mahal untuk ditinggali.

Banyak dari pekerja yang mempunyai gaji bisa dibilang standart yaitu berkisaran 1.5 juta sampai 5 juta hanya bisa memimpikan bisa punya rumah di Jakarta. Banyakan dari mereka terpaksa tinggal di rumah sewaan atau kos-kosan di daerah sekeliling Jakarta seperti Tangerang, Bekasi, Cibubur atau pun Bogor. Rela macet-macetan selama lebih dari 2 jam pergi bekerja di pusat Jakarta. Pergi ke kantor sangat pagi dan pulang dari kantor sangat malam. Adapun dari mereka rela menghabiskan setengah atau lebih gaji mereka hanya untuk sewa ruang kecil di Jakarta.
Bahkan sekarang karena tambah padatnya Jakarta, harga di daerah sekeliling Jakarta, harga rumah sudah terbilang tidak masuk akal juga.


Apakah Jakarta warganya kebanyakan orang berduit?

Bayangkan untuk memiliki properti di Jakarta bisa mulai dari 500 juta keatas. Itupun hanya harga apartemen murah tipe studio dengan luasan yang sangat kecil sekitar 25 m2 untuk yang termurahnya. Untuk memiliki rumah dengan tanah iyupun di daerah yang bukan elit, harganya sudah mulai dari 800 jutaan.

Sekarang yang tambah miringnya, harga-harga tanah di luar Jakarta seperti di daerah BSD, cibubur, sentul sudah makin bersaing dengan properti di Jakarta. Untuk mempunyai properti rumah di daerah cluster developer di tempat ini harganya mulai dengan 800 juta ke atas dan lokasinya juga sudah dibilah jauh dari pusat Jakarta.

Hitung-hitung dengan simulasi KPR untuk ukuran 20-30 tahun, anda harus membayar DP sekitar 50 juta pun kreditan tian bulan bisa mencapai 6-8 juta. Ini yang tidak masuk akalnya, gaji rata-rata standart pegawai Jakarta yang telah saya sebutkan sebelumnya apa mampu mempunyai properti ini.

Apa bisa kita tarik kesimpulan bahwa warga Jakarta mayoritasnya orang-orang berduit yang bisa memiliki properti ini. Tapi herannya, bila penulis tanya rumah di developer terkenal ini bilangnya sudah mau sold out semua dan harga akan naik lagi.  Memang benar, entah kenapa ajaibnya perumahan baru ini apalagi di Jakarta bisa cepat ditempati.


Rumah sebagai investasi

Dengan perasaan heran dan bertanya-tanya kok bisa ya warga Jakarta ini mempunyai properti-properti mahal ini.
Penulis iseng-iseng mengobrol dengan seorang ibu yang mau membeli properti rumah 2 kamar sekitar 700 jutaan di cluster developer. Setelah diajak bicara, ibu ini mengaku sedang mencari anaknya yang baru kawin rumah tinggal. Sewaktu saya tanya apakah pekerjaan anaknya, mulailah ibu ini bercerita bahwa anaknya bekerja sebagai seorang pegawai swasta di bank setelah lulus dari jurusan ekonomi.
Lama-kelaman bercerita, barulah ibu ini mengeluh tentang gaji anaknya yang kecil dan susah naiknya meskipun lama kerja. "Kalau saya tidak membelikan, kapan dia kesampaian beli rumah yang tiap tahun naiknya hampir dua kali lipat, ya hitung-hitung saya memberikan modal untuk dia bisa hidup kedepannya, jadi saya tenang kalau saya sudah tidak ada" katanya. Wah saya bilang, andaikan saya anak ibu, saya sudah tidah usah pusing-pusing mikirin KPR lagi.

Saya berbicara lagi dengan seorang bapak yang juga mau membeli properti yang sama. Dia bilang kalau dia mau mencari keuntungan dengan investasi properti. Bapak ini bercerita bahwa bisnis sewa menyewa properti atau menjual rumah sekarang menguntungkan. Baru-baru ini dia menjual propertinya yang dulu hanya sekitar 600 juta menjadi dua kali lipatnya hanya dalam kurun waktu setahun. Sekarang dia berkeinginan untuk menyewakan properti barunya sekitar 50 jutaan setahun. Saya berpikir kembali, bapak ini beruntung sekali, sekarang dia hidupnya hanya menunggu uang sewa saja.


Tidak terkendalinya kenaikan harga properti

Mungkin ini bukan cerita yang baru, tapi sudah sering dikeluhkan oleh bloger yang lain. Beberapa bloger bercerita tentang taktik pengembang yang suka-sukanya menaikkan harga properti tanpa ada kompromi dengan pembelinya. Dari harga pembuka ketika dipasarkan lebih rendah lalu tiba-tiba dinaikkan beberapa puluh juta sampai ratusan juta setelah permintaan meninggi. Kadang-kadang kenaikkan harga ini tidak didasari dari kenaikan harga bahan bangunan atau inflasi yang terjadi. Tapi semata-semata taktik developer yang menakuti pembelinya agar tergesa-gesa membeli propertinya sebelum harga makin naik atau akan diberikan bagi pembeli yang lain.

Kurangnya perlindungan hukum dan program rumah murah dari pemerintah menyebabkan developer menjadi diatas angin. Developer sekarang bisa suka-suka menaikkan harga, tidak menyelesaikan waktu penyerahan rumah seperti yang dijanjikan, mengurangi kualitas material karena mereka tahu bahwa permintaan rumah sangat tinggi dan pembeli tidak bisa apa-apa. Hebatnya juga kadang-kadang kredit sudah jalan setengahnya tapi rumah yang dijanjikan masih juga belum selesai (ini biasanya terjadi pada developer kecil dengan model pas-pasan).

Perlombaan menaikkan harga rumah dan tanah ini juga bukan hanya dari pihak developer semata, tetapi dari masyarakat sendiri. Masyarakat yang mulai serakah mencari keuntungan dari jual tanah atau rumah berupaya menaikkan harga yang tidak kira-kira dari batas wajar dan lalu diikuti dengan tetangganya yang juga ikut-ikutan fenomena ini.

Seharusnya  kita belajar dari pemerintah Singapore dimana program rumah rakyat yang terjangkau yang dikenal HDB sudah berjalan mengimbangi developer perumahan. Karena program ini developer tidak bisa seenaknya menaikkan harga kecuali mereka mempunyai kualitas dan service yang lebih baik dari perumahan  umumnya. Pemerintah pun mudah mengontrol kenaikkan properti supaya tidak berimbas ke masalah perekonomian dari banyaknya kredit macet.

Menariknya peraturan pemerintah Singapore juga melarang untuk yang sudah memiliki rumah atau apartemen dari developer untuk mempunyai HDB ini. Tapi sebaliknya, bila sudah memiliki HDB, pemilik boleh memiliki private properti bila sudah menempati HDBnya selama 5 tahun. Dengan cara ini pemerintahnya menjaga supaya banyak orang berduit tidak membeli banyak properti yang menyebabkan warganya yang pas-pasan tidak kebagian jatah rumah.

Global city untuk siapa?

Beberapa isu ini memang bisa dibilang terjadi di kota-kota besar lainnya  yang disebut global city. Kota dimana kemajuan ekonomi lebih dinomorsatukan dan didominasi oleh sektor service yang punya hubungan international. Jakarta adalah salah satu global city yang mempunyai isu yang sama dengan Jepang, Hongkong, Singapore, Sydney, dll.

Dikarenakan Jakarta dijadikan baik pusat bisnis international atau nasional, maka penduduknya pasti pulang pergi ke pusat kota seperti yang terjadi di kota global lainnya. Pusat kota menjadi sangat penting dan tentu saja harga tanahnya menjadi sangat tinggi. Terlebih dikarenakan prasana dan sarana yang baik, pusat kota menjadi yang paling banyak dicari. Banyakan penduduk Jakarta yang mempunyai properti di kawasan strategis di Jakarta adalah orang yang sukses berbisnis secara international maupun national.

Kondisi inilah menyebabkan orang yang tidak mampu tersingkir ke luar kota. Hanyalah orang yang berduit yang mempunyai properti di kota. Inilah wujud kota kapitalis modern dimana ekonomi sebagai tolak ukur. Beberapa masalah seperti gentrifikasi, kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, individualisme, dll mulai terjadi di masyarakat. Bahkan di global city yang lain, penduduknya sudah banyak yang bukan lokal yang tinggal di pusat kota tapi orang-orang dari luar negeri yang berinvestasi di negara tersebut atau expatriat.

Gentrifikasi disinilah juga yang membuat kenaikan harga makin tidak terkendali dimana yang berduit membeli properti perumahan di tempat penduduk yang kurang makmur, Selanjutnya mereka akan mengelolahnya menjadi cluster elit dan menjualnya dengan harga tinggi.
Beberapa langkah telah dilakukan oleh para kritikus kota, arsitek, budayawan dan kalangan umumnya untuk mencegah gentrifikasi ini seperti program perbaikan kampung, peremajaan lingkungan, penyuluhan masyarakat. Tapi sayangnya aktor-aktor yang terlibat hanyalah sedikit. Dibutuhkan lebih banyak kritikus kota dan arsitek untuk dilibatkan  yang seharusnya diajarkan semenjak akademik sehingga lulusan baru dari bidang ini tidak terjebak oleh pencarian duit semata di bidang developer.

Akhir kata inilah beberapa pemicu terjadinya kenaikan harga-harga rumah yang tidak masuk akal ini. Mungkin saja ini hanya sebagian kecil yang bisa terbahas dan masih banyak lagi faktor lainnya. Sebenarnya beberapa isu membutuhkan peranan Pemerintah yang seharusnya lebih banyak berkonsultasi dengan pakar-pakar di bidang perkotaan untuk menjawab persoalan ini. Tapi Pemerintah juga tidak bisa apa-apa bila didukung dari masyarakat sendiri. Mudah-mucahan dengan tulisan ini bisa membawa pedebatan dan diskusi yang lebih sehingga hasilnya bisa membawa dampak harga rumah lebih terjangkau dengan pendapatan pegawai.


Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment